"Dalam golongan Pengabdi-Ego, seluruh pertempuran untuk memperebutkan supremacy terjadi ketika tak ada kejelasan dalam hal superioritas.
Kedua belah pihak ingin menjadi top dog, dan para tuan yang menguasai bersedia mengirimkan serta mengorbankan para antek mereka. Situasi ini tak perlu lagi dijelaskan, karena peperangan manusia setara dengan ini dalam kebanyakan hal.Peperangan dalam sejarah manusia selama ini bersifat sama brutalnya dengan kekangan-kekangan yang ditimpakan oleh para panglima perang.
Mereka ingin mengomandoi mesin-mesin pembunuh setiap saat yang tak akan menyesal maupun ragu-ragu, namun yang sering kali didapatkan oleh para panglima perang itu adalah para jenderal yang menunda-nunda serta para serdadu yang meninggalkan tugas, bahkan ketika misinya dapat diselubungi dengan istilah-istilah kemanusiaan. Para serdadu merasa ragu-ragu untuk membunuh, dan para jenderal berharap ada kompromi atau situasi tanpa pertumpahan darah.Namun bagaimana jika tak ada keengganan atau keraguan, sebagaimana jika tak ada penyesalan, maka orang tak ragu-ragu. Bagaimana jika para panglima perang di kedua pihak memiliki para serdadu yang sempurna?
Masukkan iklim emosi ini ke area high-tech yang ada di alam berdimensi ke-4, maka yang akan terjadi adalah peperangan yang meratakan golongan Pengabdi-Ego. Maka itu disebut demikian (peperangan yang meratakan untuk mendapatkan hirarki komando--pen.) karena inilah hasilnya, para survivor pada akhirnya menemukan tingkatan mereka dalam hubungannya dengan grup lain, yang mana yang satu berdiri di atas/menginjak yang lain.Dalam perang-perang ini, para serdadu tidak dimotivasi oleh kesetiaan maupun komitmen terhadap pemikiran-pemikiran ideal, melainkan mereka semua bagaikan para gladiator--membunuh atau dibunuh.
Seorang serdadu yang menolak menjadi mesin pembunuh yang sempurna bagi tuannya akan dijadikan contoh (buruk), sedangkan kematian yang cepat dan tak menyakitkan sama sekali tak mungkin.
Peperangan manusia menggunakan senjata-senjata biologis seperti gas syaraf, bom nuklir, peralatan yang membuat cacat seperti ranjau, senjata-senjata psikologis seperti pengingatan-pengingatan akan rumah dan kenyamanan, serta berbagai teknik yang melemahkan seperti kelaparan.
Peperangan antargalaksi antara grup-grup Pengabdi-Ego lebih brutal dan langsung, dengan kerusakan total dalam sekejap mata menjadi tujuannya.Maka, grup-grup (manusia) Pengabdi-Ego, ketika menetapkan hirarki mereka, seringkali bersikap saling membrutali dan membinasakan, sebagaimana penetapan hirarki dalam grup-grup alien Pengabdi-Ego akan mengakibatkan kebrutalan serta pencacatan jika bukan kematian.
Dengan demikian, hirarki ditegakkan dan dipertahankan dengan metode-metode tangan besi yang sama sehingga seorang tamu yang berkunjung ke kamp Pengabdi-Ego akan menganggap semuanya luar biasa damai, karena tak melihat apa yang terjadi sebelumnya.Rank-rank Pengabdi-Ego dibangun kembali dari rumah-rumah yatim-piatu dimana semua anak-anak dibesarkan. Perkembangbiakkan ditambah secara temporer hingga jumlah tubuh fisik mendekati jumlah entitas Pengabdi-Ego di alam berdimensi ke-4 yang berinkarnasi dalam grup itu.
Lalu semuanya damai kembali hingga satu atau lain hal merubah struktur kekuasaan. Semua ini diawasi dari jauh oleh grup-grup alien Pengabdi-Ego, yang menyadari pertempuran-pertempuran itu; namun, karena mereka tak bisa terkena dampaknya, pada dasarnya, mereka tak tertarik.