Jangan Panik. Baca Survival Ekstrim Pergeseran Kutub.

Kurangnya Kepemimpinan

Kepemimpinan Nurani

Para alien Zeta menjelaskan kecenderungan rakyat ketika masa-masa sulit mencapai puncaknya, yaitu ketika datang bencana-bencana alam yang tak ada habisnya dan perekonomian memburuk, dan para pemimpin pemerintahan, perusahaan maupun agama sepertinya menghindari masalah-masalah.

[Terjemahan bebas dari ZetaTalk: Lack of LeadershipNote: written August 26, 2001]

"Rakyat semakin menyadari bahwa perubahan-perubahan pada pola-pola cuaca, yang mempengaruhi badai-badai dan kemampuan negara untuk memanen tanaman pangan, bukanlah peralihan cuaca yang temporer, melainkan bergerak ke suatu arah, tanpa ada tanda-tanda akan berhenti.

Ketidakmampuan para pemimpin mereka untuk melakukan apa-apa selain menggerombol dan membahas koreksi-koreksi terhadap pemanasan global telah membuat terpana orang-orang yang dengan naifnya mencari keselamatan dari para pemerintah atau para pemimpin agama mereka ataupun raksasa-raksasa korporasi internasional. 
Tak adakah yang bisa dilakukan? Kemana semua ini akan berakhir? Kontradiksi-kontradiksi seperti keengganan AS untuk bergabung dalam perjanjian Kyoto tentang pemanasan global serta pembicaraan riang-gembira tentang pemulihan-pemulihan perekonomian di hadapan resesi dunia juga membuat kosong hati rakyat. Tak adakah yang akan membahas masalah-masalahnya? Tak adakah tangan-tangan cerdas yang memegang kendali? 
Hal-hal inilah yang merupakan ambang batas dalam kerja sama yang diberikan rakyat kepada para pemimpin mereka, yang sering kali tak dipilih rakyat, melainkan melalui penipuan, bahkan di negara-negara demokrasi dimana kepemimpinan terpilih berdasarkan pemilihan umum.

Ketika masa-masa sedang baik, rakyat mengabaikan kepemimpinan, yang utamanya puas dengan mulusnya jalan hidup. Perasaan yang ada adalah bahwa kapalnya jangan digoyang-gooyang, biarkan saja, dan kita lihat bagaimana kita bisa memanfaatkan masa-masa yang baik untuk kejayaan serta mengembangkan minat-minat bisnis kita. Perdebatan-perdebatan di kalangan politisi ditonton layaknya menonton sport, yaitu sebagai hiburan dan bukannya hasil menekan yang dapat membuat sengsara. Hampir-hampir tak penting siapa yang memegang tampuk kekuasaan, karena semuanya berjalan baik sebagaimana harapan.
Ketika perekonomian goyah, rakyat ingin tindakan atau perubahan, mengetahui betapa cepatnya depresi-depresi ekonomi dapat bersemayam di negara atau wilayah bagaikan selimut gelap kesengsaraan.
Pemerintah yang mengutak-atik angka-angka perekonomian, seperti misalnya menurunkan tingkat suku bunga atau membuka pembatasan-pembatasan impor/ekspor, juga menciptakan sebuah harapan bahwa ada yang bisa dilakukan. Jika tak ada tindakan, maka mood akan berubah dari kekhawatiran yang penuh kewaspadaan menjadi rasa marah bahwa kepemimpinan harus dibuang.
Ketika ada bencana-bencana yang tak ada hentinya, seperti misalnya gempa-gempa bumi atau badai-badai atau banjir-banjir masif, rakyat yang terkena dampaknya sering kali terlalu sibuk berjuang hidup untuk bisa membahas masalah kepemimpinan, namun, setelahnya, dibuat tertegun oleh rasa terabaikan yang meruyak jika langkah-langkah yang diharapkan tak dilakukan.
Mana itu bantuan yang sudah dikumpulkan, yang dulu diberikan selama masa-masa seperti itu? Mana tawaran pinjaman tanpa bunga, untuk membangun kembali? Mengapa perusahaan-perusahaan asuransi diperbolehkan menunda-nunda tanpa akhir atau merubah kebijakan-kebijakan mereka, yang kalau dulu akan telah diambil alih oleh pemerintah atau tangan kokoh hukum yang menjamin konsistensi?
Ketika rakyat telah memperhatikan bahwa sepertinya tak ada yang mengendalikan, dan semua kepemimpinan menghindari masalah-masalah serta berpura-pura bahwa masalah-masalah nyata tak ada, mereka mulai secara emosional menepis kepemimpinan mereka.
Kepala-kepala pemerintahan diperlakukan layaknya suara-suara bising di latar belakang - tidak relevan. Yang lebih penting lagi, rakyat mulai membuat rencana-rencana sendiri, yang tak memasukkan rencana-rencana pemerintah yang mungkin telah diumumkan. 
Di lingkungan ini, pemerintah dan para pimpinan agama akan temui tak ada seruan ataupun keriuhan pesta yang dapat menarik antusiasme ataupun perhatian dari rakyat, yang telah menulikan diri.

Sudah terlambat."